SRAGEN
Sragen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini
dikenal dengan sebutan "Bumi Sukowati". Nama tersebut memiliki
nilai sejarah yang panjang. Sesuai Perda Nomor 4 tahun 1987, hari jadi Kabupaten
Sragen yaitu pada Selasa Pon, tanggal 27 Mei
1746.
Sragen
memiliki slogan Sragen ASRI, ASRI merupakan singkatan dari Aman Sehat, Rapi,
dan Indah. Slogan tersebut dibuat sesuai dengan kondisi Kabupaten Sragen. Lingkungannya
aman, masyarakatnya sehat, dan tata letaknya tertata secara rapi dan indah. Sragen
termasuk kota yang kecil, luas
wilayahnya 941,55 km² yang terbagi dalam 20 Kecamatan, 12 Kelurahan
dan 196 Desa. Namun jangan salah, meskipun termasuk kota kecil, Sragen
memiliki kebudayaan yang beranekaragam.
Sebelum membahas lebih
dalam mengenai Sragen, saya akan mengajak kalian untuk mengetahui apa itu
budaya dan kebudayaan, serta apa perbedaannya.
Budaya merupakan cara hidup
yang terbentuk dari banyak unsur seperti agama, politik, adat istiadat, bahasa,
dan seni yang berkembang pada kelompok masyarakat. Budaya dianggap sebagai
warisan dari generasi ke generasi.
Kebudayaan sendiri terbentuk dari kata
budaya, memiliki kata dasar budaya. Sehingga keduanya memiliki keterkaitan
makna. Kebudayaan merupakan hasil dari budaya yaitu hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
istiadat. Hakikat kebudayaan lebih kompleks dibandingkan dengan budaya. Kebudayaan
berhubungan dengan aspek kehidupan meliputi cara berlaku, kepercayaan dan sikap.
Perbedaan antara budaya dan
kebudayaan adalah bahwa budaya itu merupakan warisan dari generasi ke generasi
atau bias dibilang sebagai tradisi, sedangkan kebudayaan merupakan hasil dari budaya berupa hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia yang berkembang dalam suatu masyarakat seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
A. Kebudayaan di Sragen
1. Kesenian
·
Tari Tayub.
Tari Tayub biasa digunakan untuk
memeriahkan acara sunatan atau pernikahan. Tayub pada mulanya merupakan
ungkapan kegembiraan untuk menyambut kedatangan tamu dan merupakan bagian dari
pesta rakyat.
·
Kesenian Wayang Beber dan Wayang Cokekan.
Wayang
beber berasal dari Dusun Gabugan, Desa Tanon, Kecamatan Sragen, sejak 1980. Wayang
beber kebanyakan mengambil cerita Panji Asmoro Bangun dengan Dewi Sekartaji.
Sedangkan cerita Wayang
Cokekan mengambil cerita tentang Babad Tanah Perdikan Sukowati/Sragen dan
cerita kehidupan sehari-hari. Begitu juga tokoh wayangnya tidak seperti dalam
tokoh wayang pada umumnya tetapi mengambil figur orang terutama tokoh yang ada
di Sragen.
·
Batik
Pusat produsen batik khas Sragen terdapat di Desa
Kliwonan dan Desa Pilang Kecamatan Masaran. Banyak pengusaha batik terkenal
mengambil batik dari pengrajin di desa ini kemudian memberi labelnya sendiri. Motif
Batik Sragen lebih kaya
dengan ornamen flora dan fauna. Ada kalanya dikombinasi dengan motif baku.
Jadilah motif tumbuhan atau hewan yang disusupi motif baku, seperti parang,
sidoluhur, dan lain sebagainya. Lahirnya motif tersebut tidak lepas dari pengaruh
karakter masyarakat Sragen yang pada dasarnya terbuka dan blak-blakan dalam
mengekspresikan isi hati.
2. Makanan
Sragen memiliki banyak
kuliner yang sayang untuk dilewatkan. Keripik emping garut, merupakan cemilan
rendah kolestrol khas Sragen. Ada juga tempe kripik yang renyah dan gurih. Sambel
tumpang merupakan makanan khas Sragen yang juga sayang untuk dilewatkan.
Tersedia beberapa tempat
kuliner khas Sragen, seperti kuliner Mbah Rajak yang berada di Pasar Bunder
Sragen, yang menjual berbagai makanan tradisional seperti jenang, trasikan,
wajik, jadah, dan bacem. Tempat kuliner yang tak kalah menariknya seperti Soto
Girin Sragen, Sate Kelinci Pak Peng, Bothok Mercon, Soto Kwali, Sate Banaran, Pecel
Tumpang, dan tempat kuliner Pujamari (Pusat
Jajanan Malam Hari). Pujamari yang terletak di pelataran Galery Batik Sukowati
Sragen yang mulai buka pada pukul 17.00 WIB menawarkan makanan-makanan khas
yang ada di Sragen yang dijual oleh beberapa pedagang yang legendaris di
Sragen.
B. Budaya di Sragen
1. Upacara Cembengan
Merupakan acara tahunan yang terletak di Pabrik
Gula Mojo sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen dan do’a agar proses
penggilingan tebu yang akan dilakukan dapat berjalan lancar dan hasilnya dapat
memenuhi target. Pabrik Mojo berdiri sejak masa kedudukan Hindia-Belanda, mulai
beroperasi sejak tahun 1883.
Prosesi cembengan terdiri dari beberapa tahap, yang
pertama ziarah ke makam mbah Paleh dan mbah Krandah, yang kedua acara yang
sering disebut temanten tebu, dan acara penutup adalah acara hiburan.
Dalam acara hiburan cembengan diisi dengan pasar
malam yang diramaikan berbagai penjual dan hiburan. Di pasar malam cembengan ini
pengunjung dapat berbelanja berbagai peralatan seperti, pakaian, peralatan dapur,
sandal, sepatu, hiasan rumah, dan aksesoris. Ada juga wahana permainan seperti kereta
mini, komedi putar, mandi bola, jinontrol, kora-kora dan permainan lainnya. Bebagai
pertunjukkan tradisional seperti Reog, Tari Gambyong, hiburan Campursari,
Daghelan Kethoprak, dan Wayang Kulit juga turut serta meramaikan acara ini.
Wayang kulit digelar dengan Lakon Sri Mulih. Lakon
Sri Mulih adalah cerita diluar pakem asli Mahabarata yang dipentaskan khusus
untuk upacara mohon keselamatan atau syukuran. Kisah ini menceritakan tentang
kedatangan Dewi Sri, sebagai ikon simbol kesuburan dan hasil panen yang
melimpah yang mengalah ancaman dari berbagai malapetaka.
2. Upacara Adat Larap
Slambu
Merupakan upacara adat untuk menyambut bulan Suro
pada tahun baru kalender Jawa. Upacara Larap Slambu biasanya digelar di kawasan
kompleks makam Pangeran Samudrodi daerah wisata Gunung Kemukus. Setiap Tanggal
1 Suro, Upacara Larap Slambu Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus dilakukan
dengan pencucian dan penggantian kain penutup makam Pangeran Samudro. Pangeran
Samudro merupakan salah satu anak raja terakhir Majapahit yang masuk Islam dan
dan berguru kepada Sunan Kalijaga.
Pengunjung yang hadir biasanya memperebutkan air
cucian kain makam atau juga sesaji yang dihanyutkan ke sungai, karena dipercaya
membawa berkah dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Selain prosesi adat
itu, kini upacara ini juga telah dikemas dalam sebuah kegiatan grebeg budaya
yang juga menyajikan berbagai hiburan tradisional seperti kirab gunungan hasil
bumi dan juga pergelaran wayang kulit semalam suntuk.
3. Tradisi Selamatan
Kematian
Pelaksanaan selamatan kematian berlangsung pada
hari pertama sampai hari ketujuh. Kemudian ada juga peringatan pada hari ke-40,
ke-100, haul dan sampai hari ke-1000. Waktu pelaksanaan diadakan setelah
Maghrib atau Isya’. Upacara selamatan kematian diisi dengan tahlilan mendo’akan
jenazah yang meninggal dan diakhiri dengan pembagian makanan kepada para tamu. Biasanya
dihadiri oleh para anggota keluarga itu sendiri dan tetangga terdekat, dipimpin
oleh seorang mudin atau Kyai.
4. Adat Perkawinan
Larangan Jilu
Adat jilu merupakan tradisi yang berlaku sejak
nenek moyang, yaitu larangan perkawinan antara anak nomer satu dengan anak
nomer tiga atau sebaliknya. Jilu sendiri merupakan singkatan dari kata siji dan
telu. Kata siji dalam bahasa Indonesia berarti satu, dan telu berarti tiga. Sampai
saat ini masyarakat percaya, apabila melanggar tradisi tersebut maka akan
terjadi hal buruk, entah kepada pengantinnya maupun kepada orang tua dan
keluarga dari si pengantin.
5. Tradisi Jum’at Wage di
Bulan Sya’ban
Merupakan tradisi bersih desa yang digelar oleh
warga Dusun Ngablak yang rutin digelar setiap hari Jum’at Wage pada bulan
Sya’ban dalam penanggalan Islam atau Hijriyah (bulan Ruwah dalam penanggalan
Jawa). Tujuan dari acara ini untuk memanjatkan do’a pada Tuhan agar dilimpahi
ketentraman dan dijauhkan dari pagebluk. Tradisi ini diawali dengan acara
kendurian selamatan yang digelar warga di sebuah pesanggrahan desa. Setelah itu dilanjutkan dengan acara hiburan berupa
lomba dan atraksi jadi suguhan utama. Diisi dengan atraksi tradisional seperti
jathilan atau jaran kepang hingga hiburan ketoprak.